SALINAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan
mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga
dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;
c.
bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa;
Mengingat
: Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan Pasal
22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan . . .
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DESA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
5. Musyawarah . . .
- 2 -
5.
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati
hal yang bersifat strategis.
6.
Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
7.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang- undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
8. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
9.
Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10.
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
11.
Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli
Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
12. Pemberdayaan . . .
- 3 -
12.
Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber
daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan
yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat
Desa.
13. Pemerintah Pusat
selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14.
Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
15.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
16. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.
Pasal 2
Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 3 . . .
- 4 -
Pasal 3
Pengaturan Desa berasaskan:
a. rekognisi;
b. subsidiaritas;
c. keberagaman;
d. kebersamaan;
e. kegotongroyongan;
f. kekeluargaan;
g. musyawarah;
h. demokrasi;
i. kemandirian;
j. partisipasi;
k. kesetaraan;
l. pemberdayaan; dan
m. keberlanjutan.
Pasal 4
Pengaturan Desa bertujuan:
a.
memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. memberikan
kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia;
c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan
budaya masyarakat Desa;
d.
mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional,
efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
f. meningkatkan . . .
- 5 -
f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
g.
meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan
masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian
dari ketahanan nasional;
h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta
mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek
pembangunan.
BAB II KEDUDUKAN DAN JENIS DESA
Bagian Kesatu Kedudukan
Pasal 5
Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua Jenis Desa
Pasal 6
(1) Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat.
(2)
Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat.
BAB III PENATAAN DESA
Pasal 7
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa.
(2) Penataan . . .
- 6 -
(2)
Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi
tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat Desa;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan
publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan
Desa; dan
e. meningkatkan daya saing Desa.
(4) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pembentukan;
b. penghapusan;
c. penggabungan;
d. perubahan status; dan
e. penetapan Desa.
Pasal 8
(1)
Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a
merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.
(2)
Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa
masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya
masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.
(3) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. batas . . .
- 7 -
a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun
terhitung sejak pembentukan;
b. jumlah penduduk, yaitu:
1) wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa
atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga; 2) wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa
atau 1.000 (seribu) kepala keluarga; 3) wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu)
jiwa
atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; 4) wilayah Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam
ratus) kepala keluarga; 5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit
2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga;
6) wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa
atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; 7) wilayah Kalimantan Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit
1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;
8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit
1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan 9) wilayah
Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100
(seratus) kepala keluarga.
c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi
antarwilayah;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup
bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota;
g. sarana . . .
- 8 -
g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa
dan
pelayanan publik; dan h. tersedianya dana operasional, penghasilan
tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Dalam wilayah Desa dibentuk dusun atau yang disebut dengan nama lain
yang disesuaikan dengan asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial
budaya masyarakat Desa.
(5) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui Desa persiapan.
(6) Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa
induk.
(7)
Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditingkatkan
statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga)
tahun.
(8) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.
Pasal 9
Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis.
Pasal 10
Dua
Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru
berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan
persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 11
(1)
Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Desa
dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa.
(2) Seluruh . . .
- 9 -
(2)
Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah
menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
kekayaan/aset Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut dan
pendanaan kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 12
(1)
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah status kelurahan
menjadi Desa berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, sarana dan prasarana
menjadi milik Desa dan dikelola oleh Desa yang bersangkutan untuk
kepentingan masyarakat Desa.
(3)
Pendanaan perubahan status kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 13
Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional.
Pasal 14
Pembentukan,
penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi
kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan
Pasal 11 atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Pasal 15 . . .
- 10 -
0 comments:
Post a Comment